Diberdayakan oleh Blogger.

Pusaka Pengukir Pusara

Cerita ini hanyalah fiksi belaka, walaupun demikian dalam beberapa hal, penulis menyadur beberapa alur sejarah yang pernah terjadi dalam sejarah perang saudara antara kerajaan Bone dan Gowa-Tallo, untuk memperkenalkan sejarah Sulawesi Kepada Teman-teman lainnya. Perlu diingat bahwa tulisan ini hanya sebuah karangan belaka. kejadian-kejadian serta nama-nama yang diungkapkan dalam tulisan ini sebagian besar tak pernah terjadi dan ada. 

EPISODE I
Pusaka Titipan Ayah



Hari itu Mangngalle sangat malas untuk memenuhi panggilan sang ayah Daeng Mangngaru yang dikenal sebagai jagoan di daerah itu. Sebenarnya hubungan ayah - anak ini tidaklah begitu baik,Tindak tanduk Daeng Mangngaru yang dikenal sebagai jagoan di seantero masyarakat Kerajaan Segeri itu tidak begitu berkenan di hati sang anak. Mangngaru merasa ayahnya terlalu banyak bertindak di luar batas, memungut upeti dari para pedagang dengan cara kasar bahkan tak segan-segan membunuh. Dia merasa malu, walaupun begitu sebagai anak Mangngalle tetap mau berbakti pada sang ayah.


Di lego-lego, Daeng Mangangaru telah menunggu anak sulungnya itu yang telah pisah rumah dengannya sejak Mangngalle menikah dengan seorang putri bangsawan, Andi Cenning. "Apa yang membuat Tetta* memanggil saya ke mari?" "Padahal Tetta tahu saya tidak begitu menyukai kelakuan Tetta yang semena-mena terhadap para pedagang Bajo itu kemarin." Tegas Mangngalle.

"Duduklah dulu, jangan kau langsung menghardik Tettamu ini seolah Tetta mu ini tak memiliki kebaikan di mata mu". Jawab Mangngaru tidak terima pernyataan anaknya.

"Baik!, Langsung saja katakan ada maksud apa ayah memanggilku ke mari!" tanya Mangngalle dengan mimik agak jengkel.

"Aku ayah mu Alle, aku adalah Pallawa Arung Segeri mestinya kau menghargaiku sebagai seorang bangsawan, seperti aku menghormatimu sebagai anak bangsawan". "Apa yang aku lakukan terhadap pedagang-pedagan Bajo itu hanya mengakkan aturan Kerajaan yang harus ditaati oleh semua orang tak terkecuali seorang bangsawan pun aku akan berlaku sama terhadap mereka." Mangngaru menghela Nafas mengambil jeda, kemudian berkata lagi. "Wahai putraku! Pemuda yang terpelajar, pasti kau pun mengerti suatu saat tentang harga diri dan siri. "Kau telah banyak dipengaruhi pikiran-pikiran setan para Kompeni itu! Jangan karena kau menuntut ilmu di sekolah mereka kau termakan pemikirannya! Tettamu ini tidak setuju jika para pedagang Bajo itu membayar upeti pada Kompeni-kompeni busuk itu! Aturan harus tetap ditegakkan, mereka berada di daerah Kerajaan yang saya lindungi, sepatutnyalah mereka menerima akibatnya.!" Tegas Daeng Mangngaru pada anaknya.

"Saya mengerti, aturan Kerajaan ini harus ditegakkan! Tapi jangan Tetta semena-mena menghilangkan nyawa orang. Ayah bahkan membunuh tiga orang pedagang Bajo yang tidak mau membayar upeti! apakah pembunuhan itu dibolehkan kepercayaan Tetta dan keperyaanku?! Tetta harus nya tahu mereka takut terhadap Para Kompeni itu. Mereka serba salah dan tahukah Ayah bahwa Arung Maddatung telah menerima keberadaan kompeni dari sejak dulu, dan itu kesalahan nya, karena sebagai Raja Ia tak dapat bersikap tegas terhadap para cecenguk Kompeni itu!" singkat Mangngalle.

"Sudahlah! tak usah kau berdebat denganku dan mengingatkan ku kejadian kemarin. Tapi sebagai seorang Pallawa Arung, saya harus menegakkan aturan yang telah berlaku."

"Aku sudah sangat tua, usiaku kini 58 tahun. Aku memanggilmu ke mari tidak untuk berdebat."

"Aku memanggilmu untuk mewarisi Kawali dari Kakekmu. Ini adalah pusaka turun temurun yang harus diwariskan dan tidak boleh terputus. Hanya kaulah anak lelakiku satu-satuny, ini adalah kawali Mallele Tungke dari kakekmu Datuk Bandri. Pusaka ini telah banyak meminum darah, pergunakan sebijak mungkin. Aku tidak pernah sekalipun menggunakannya untuk menghabisi nyawa orang, jadi terimalah! Tak ada hal lain yang bisa aku wariskan ke padamu sebab kau telah memiliki kecukupan harta sebagai bangsawan." Mohon Daeng Mangngaru pada Anaknya.

Manggale merasa lega karena, pusaka keluarganya Mallele Tungke tidak pernah digunakan ayahnya untuk menghabisi nyawa orang, dengan senang hati menerima pusaka tersebut sebagai pewaris terakhir.

"Baiklah! Bila hanya itu tujuannya akan segera aku terima pusaka itu sebagai wali ku dalam menegakkan kebenaran. Aku ingin segera pulang." Desak Mangngalle.

Maka seketika diadakan ritual penyerahan pusaka keluarga Badik Mallele Tungke itu pada Manggalle.

"Upatarimangenni Kawali Malebbie Mallele TungkeE lao ri wijakku riyasengnge La Mangngalle tau napatiroangen tajang na Dewata." komat kamit Mangngaru membaca ritual penyerahan badik kepada sang anak.

"Utarima sibawa madeceng Kawali Malebbinna Mallele TungkeNa Toripajajiakku Mangngaru Pallawa Arunna Segeri." Mangangaru Menimpali Ayahnya.

"Saya telah menirima warisan pusaka ini, tak ada lagi hal yang penting yang Tetta ingin Sampaikan kan? Titip Salamku untuk Ibu Ku Andi Dara." Pamit sang anak.

"Baiklah akan ku sampaikan, jagalah baik-baik pusaka itu untuk melindungi kehormatan mu anakku." Jawab Mangngaru sambil menatap lekat-lekat punggung anaknya yang meniti tangga menjauh dari pandangannya."

Perasaan Mangngalle campur aduk dalam perjalannya kembali ke rumahnya. Andi Cenning yang sedari tadi menunggunya di rumah menatap dalam pada suaminya yang telah kembali dari rumah sang mertua.

"Prihal apa Tetta memanggil Kakak ke rumahnya?" tanya Andi Cenning penasan.

"Tetta hanya ingin mewariskan pusaka kawali Mallele Tungkenya padaku." Jawab Mangngalle sigap.

"Pusaka itu Sangat bertuah dan beracun, hati-hatilah menggunakannya kakanda!" Seru Andi Cenning Khawatir.

"baiklah dinda, saya pasti menggunakan nya hanya untuk melindungi kehormatanmu, kehormatan keluarga ini. Jangan takut! aku akan berbuat baik padamu, pada calon anak kita." jawab Mangngalle berusaha meyakinkan Andi Cenning.

Kemudian perlahan malam melumat matahari dengan gelapnya.






******
Tragedi Berdarah di Pagi Buta
 
Derap langkah kuda memecah keheningan pagi yang belum sempurna, mentari masih enggan menyinari tanah kering Kerajaan Segeri. Kicauan burung-burung perkutut pun masih terdengar malas ketika itu. Namun hentakan lesung yang berirama dari kolong-kolong rumah panggung layaknya orkestra yang dikonduktori ibu-ibu itu adalah pertanda kesibukan telah dimulai di pagi-pagi buta.

Namun yang paling membuat Daeng Manggalle kaget bukan kepalang dan dengan seketika beranjak dari peraduaannya adalah bunyi dentuman meriam dan bedil yang bersahutan. Suara-suara tersebut terdengar dari arah Soraja Kerajaan yang hanya berjarak sekitar 1,5 km dari rumahnya.
Mangngalle menyempatkan membasuh muka dan dengan sigap menunggangi La Bolong menuju ke arah SorajaE, tanpa sempat pamit pada Andi Cenning isterinya. La Bolong merupakan kuda tunggangan Mangngalle yang dikenal sangat kencang. Warnanya yang hitam klimis, karena dimanjakan dan dirawat dengan sungguh-sungguh oleh tuannya itu menjadikannya tumpangan yang bergaya.

Namun sayang La Bolong yang kencang tidak dapat membuat tuannya menyaksikan kejadian sebenarnya yang telah terjadi di SorajaE di pagi-pagi buta itu. Daeng Mangngalle hanya mendapati beberapa mayat telah bergelimpangan dan SorajaE yang telah luluh lantak oleh serangan meriam tentara VOC.

Satu-satu diperiksanya mayat-mayat tersebut. Ditemuinya mayat Sang Arung Segeri Puang Mangung telah tewas dengan tubuh terkoyak oleh timah panas tentara-tentara VOC. Di seblah kiri Sang Raja mayat Tetta nya, Daeng Mangngaru telah terbujur kaku dengan luka gorotan di leher. Daeng Mangngalle sangat terpukul menyaksikan tragedi di subuh itu. Ayahnya telah tewas dalam mengemban tugas sebagai Pallawa Arung yang hingga akhir hidupnya memilih jalan hidup dengan mengabdikan kesetiaannya pada Sang Raja.

"Tak ada yang bisa berbuat seperti ini kecuali para tentara VOC". Gumam Mangngalle dalam hati.

Tentara VOC pasti geram dengan ulah Arung Mangung yang membangkan dari titah Kerajaan Bone untuk mengarahkan pasukannya menyerang kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan Bone dan VOC telah menggalang konspirasi untuk menggulingkan dominasi Karaeng Daeng Junjung Sultan Harun di tanah Sulawesi. Namun hal tersebut mendapat tentangan dari Arung Mangung sebab beliau tidak menerima jika bangsa kulit putih mendikte urusan Kerajaannya.

Keras kepala Arung Mangung membuat hampir seluruh anggota keluarga Kerajaan Segeri habis dibantai VOC. Untungnya seorang anak bungsu Sang Raja selamat karena bersembunyi di arakkeang SorajaE yang porak poranda. Ajaib, anak tersebut tidak terluka sedikitpun. Mangngalle memutuskan untuk menyelamatkan Sang calon penerus Kerajaan itu dan segera membawanya kembali ke rumahnya.

Setelah mencari-cari informasi tentang ihwal kejadian tragedi subuh di SorajaE, ternyata beberapa bangsawan terlibat dalam makar ini. Ayah Andi Cenning isteri Manggalle, Puang Jandri yang loyal terhadap Sang Raja pun tidak lama setelah kejadian subuh itu ditemukan tewas bersama isterinya Andi Sandre Sengereng di dalam kamarnya.

Menyadari bahwa nyawa isteri dan dirinya terancam Mangngalle memutuskan untuk segera membawa isterinya pergi dari Kerajaan Segeri menuju Ke Pancana yang dikenal netral dan kebetulan tempat dia menuntut ilmu sastra, beladiri dan agama.

Mangngalle merupakan penganut agama Islam yang paling awal di Kerajaannya. Namun ayahnya adalah seorang penganut kepercayaan terhadap Dewata SewwaE, Ayah To Manurung Manusia utusan Sang Batara Dewata SewwaE Ri LangiE, bukan hindu. Hubungan ayah ini memang pasang surut bukan karena persoaalan perbedaan keyakinan melainkan karena tindak tanduk Mangngaru sangat tegas yang tak segan membunuh siapapun yang menentang Arung Segeri, yang terkadang keras terhadap anaknya. Sedangkan Mangngalle mengenal Agama Islam dari salah seorang teman bangsawanya yang berasal dari Kerajaan Gowa-Tallo ketika dirinya menuntut ilmu di Pancana.

Kerajaan Bone berfikir untuk menyerang Kerajaan Gowa-Tallo karena merasa telah dilecehkan siri nya dengan ajakan Raja Gowa kepada seluruh penduduk Kerjaan Bone dan seluruh kerajaan yang berada dalam wewenangnya untuk segera berpindah agama ke Islam. Hal ini membuat Arung Bone Puang Sengereng Pappaunna Batara Dewata geram dan memutuskan memerangi Raja Gowa-Tallo.

Kedua Kerajaan ini merupakan dua kerajaan yang bersaudara dan terjalin hubungan yang baik dari sejak dulu. Tapi sejak Karaeng Gowa-Tallo bertitah agar Kerajaan saudaranya yaitu kerajaan Bone berpindah agama membuat Arung Bone merasa bahwa Raja Gowa telah berbuat durhaka pada agama nenek moyangnya Arung Bone tidak ingin serta merta memasuki agama Islam.

Arung Segeri masih memeluk agama nenek moyang suku Bugis-Makassar namun yang membuatnya kesal dan membawanya pada kematian adalah campur tangan VOC pada perang saudara kedua kerajaan ini. Beliau tidak ingin urusan dapur Kerajaan nya diutak atik oleh VOC hingga semua upeti pun harus dibayarkan kepada VOC. VOC memang menuntut upah atas bantuan perlengkapan perang dan pasukan pada kerajaan Bone dan pada seluruh kerajaan yang merupaka distrik Kerajaan Bone harus mengikuti hal tersebut.

Di Pancana Mangngalle menemui teman seperguruannya menuntut ilmu La Petta SumpalaE Anak dari Arung Pancana Colliq PujiE, Raja perempuan satu-satunya yang pernah ada dalam sejarah kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar. Di sana Ia meminta perlindungan dan dukungan agar Kerajaan tersebut netral dalam perang saudara yang sedang terjadi antara Kerajaan Bone dan Gowa-Tallo tersebut. Mangngalle juga membawa serta putra bungsu Arung Segeri dalam perlindungannya.


Bersambung....

******

Catatan:
- Arung: Gelar Raja Bugis.
- Segeri: merupakan sebuah kerajaan kecil dari distrik kerajaan bone, sekitar 80km dari arah makassar.
- Lego-lego: adalah beranda atau teras untuk rumah panggung orang-orang bugis-makassar.
- Bajo: adalah salah satu suku yang biasa bermukim di tengah laut, pekerjaan mereka rata2 sebagai   nelayan,     suku bajo dapat ditemukan di perairan Sulawesi tenggara, Kabupaten Pangkep (sul-sel), Kabupaten Bone, Nusa Tenggara Timur dan Barat.
- Tetta: Merupakan Panggilan Anak Bangsawan terhadap ayahnya.
- Pallawa Arung: Semacam Pas Pampres gitu deh..tapi mereka adalah bangsawan yang dipilih dari bangsawan yang berani.
- Siri: Kehormatan, Harga Diri, Malu. Salah satu penyebab banyaknya bangsawan bugis Makassar Meninggalkan daerahnya untuk menaklukkan daerah lainnya.
- Kawali: Badik. Kawali Mallele Tungke: sejenis badik yang salah satunya dimiliki Arung Bone yang sangat beracun dan mematikan, konon mitos Kawali Mallele Tungke dapat terbang mencari musuh pemiliknya, salah satu badik yang haus darah. Dari Namanya Mallele Tungke yang artinya Berpindah Sendiri. 
-arakkeang: tempat penyimanan barang seperti Gabah dan perlengkapan pertanian, tombak dan pedang. biasanya tempat ini berada di atap bagian belakang rumah orang-orang bugis.
- Soraja/SorajaE: Merupakan Istana Arung atau Raja Bugis yang berbentuk Rumah panggung, namun lebih besar dan atapnya memiliki ciri khas bersusun tiga, sebagai penanda bahwa rumah tersebut adalah istana kerajaan.
- Pancana adalah Kerajaan Bugis Kecil yang terletak di sebelah utarahMakassar, sekitar 95 km dari Makassar. Di kerajaan inilah Sureq I Lagaligo disusun Kembali oleh Colliq Pujie.

About Me

Foto Saya
Colliq Pujie
Kita saling mengulurkan tangan ketika hanyut, Kita saling menghidupkan karena kita seia sekata, Saling mengangkat dan tak saling menjatuhkan
Lihat profil lengkapku